Contoh Analisa Kasus Pidana
TINJAUAN HUKUM PIDANA INDONESIA
TERHADAP
TINDAK PIDANA ABORSI
(Studi Kasus Perkara Tindak Pidana
Aborsi dr. Edward Armando
Dalam Kasus Pengguguran Kandungan
Heny Kusumawati)

Makalah
Oleh:
HARTATI
22110021
JURUSAN ILMU
KOMUNIKASI
STISIPOL PB PALU
SEKOLAH
TINGGI ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
PALU
2014
I.
PENDAHULUAN
Dalam Pasal 28 (a) Undang-Undang
Dasar
1945 yang
berbunyi
“setiap orang
berhak
untuk hidup serta berhak mempertahankan hidup dan kehidupannya”.
Mengisyaratkan bahwa konstitusi negeri ini melindungi hak hidup warga negara, Dengan hak hidup itu negara akan
menjaga dan melindungi hak hidup setiap warganya, sehingga negara melalui alat negara penegak
hukum akan bertindak
apabila ada
dan diketahui terjadi penghilangan hak
hidup manusia.
Berbanding
lurus dengan hal tersebut, seperti yang dijelaskan dalam Al Qur’an Surat Al
Maidah ayat 32:
Oleh karena itu Kami tetapkan (suatu hukum) bagi Bani
Israil, bahwa: Barangsiapa yang membunuh seorang manusia, bukan karena orang
itu (membunuh) orang lain, atau bukan karena membuat kerusakan dimuka bumi,
Maka seakan-akan Dia telah membunuh manusia seluruhnya. dan Barangsiapa yang
memelihara kehidupan seorang manusia, Maka seolah-olah Dia telah memelihara
kehidupan manusia semuanya. dan Sesungguhnya telah datang kepada mereka
Rasul-rasul Kami dengan (membawa) keterangan-keterangan yang jelas, kemudian
banyak diantara mereka sesudah itu sungguh-sungguh melampaui batas dalam
berbuat kerusakan dimuka bumi.
Selanjutnya mengenai pembunuhan terhadap janin dalam
kandungan, Al Qur’an menjelaskan pada surat Al Isra’ ayat 31
Dan janganlah kamu membunuh anak-anakmu karena takut
kemiskinan. kamilah yang akan memberi rezki kepada mereka dan juga kepadamu.
Sesungguhnya membunuh mereka adalah suatu dosa yang besar.
Di dalam KUHP (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana)
Indonesia pun dikenal adanya ancaman untuk pelaku tindakan penghilangan hak
hidup manusia, dalam hal ini seperti pembunuhan berencana yang dapat diancam
hukuman mati, selain itu ada juga penganiayaan yang menyebabkan kematian orang
lain, termasuk didalamnya pembunuhan yang dilakukan terhadap bayi yang masih
dalam kandungan yang dikenal dengan tindak pidana aborsi.
Di dalam KUHP, pasal-pasal yang membicarakan tindak
pidana aborsi antara lain adalah pasal 299, 346, 347, 348, dan 349, yang
berbicara tentang aborsi yang dilakukan oleh seorang wanita, dokter, ahli, atau
pihak lain yang tanpa ataupun dengan disengaja menggugurkan kandungan seorang
wanita baik melalui persetujuan ataupun tidak dengan persetujuan wanita yang
mengandung tersebut.
Dalam makalah studi kasus ini, penulis berupaya
mengungkap tindak pidana aborsi yang berhubungan dengan pasal-pasal dalam KUHP
tersebut diatas, dengan tujuan untuk mengetahui apakah tindak pidana tersebut
sudah memenuhi syarat sehingga dapat dijatuhkan pidana sesuai dengan ancaman
yang terdapat dalam pasal-pasal tersebut.
II.
POSISI KASUS
Pelaku : dr. Edward Armando (1) dan Heny
Kusumawati (2)
Korban : Bayi dalam kandungan pelaku (2)
Perbuatan : Pelaku (2) mendatangi pelaku (1) agar
supaya dilakukan operasi aborsi untuk menggugurkan janin dalam
kandungannya yang berusia 2 bulan, selanjutnya pelaku (1) melakukan operasi
aborsi tersebut.
Motif : Pelaku (1) melakukan operasi
aborsi setelah mendapat persetujuan dari pelaku (2)
Waktu : Kamis, 2 Februari 2011
Tempat : Tempat Praktek pelaku (1), Jalan
Dukuh Kupang Timur X/4, Surabaya
III.
LANDASAN TEORI
Menggugurkan kandungan atau
dalam dunia kedokteran dikenal dengan istilah “abortus”. Berarti pengeluaran
hasil konsepsi (pertemuan sel telur dan sel sperma) sebelum janin dapat hidup
di luar kandungan. Ini adalah suatu proses pengakhiran hidup dari janin sebelum
diberi kesempatan untuk bertumbuh[1].
Ketentuan mengenai tindak pidana aborsi dapat dijumpai dalam Bab
XIV Buku Kedua KUHP tentang kejahatan terhadap kesusilaan yaitu pada Pasal 299, Bab XIX Buku Kedua KUHP tentang kejahatan terhadap nyawa yaitu pada Pasal 346-349 KUHP. Adapun rumusan selengkapnya pasal- pasal tersebut[2]:
Pasal 299 :
1. Barang siapa dengan sengaja mengobati seorang
wanita atau
menyuruhnya supaya diobati, dengan memberitahukan atau ditimbulkan harapan,
bahwa
karena pengobatan
itu hamilnya
dapat digugurkan, diancam pidana penjara
paling lama empat tahun atau denda paling banyak tiga ribu rupiah.
2.
Jika yang bersalah, berbuat demikian untuk mencari keuntungan atau menjadikan perbuatan tersebut sebagai pencaharian atau kebiasaan atau
jika
ia seorang tabib,
bidan atau juru obat, pidananya dapat ditambah
sepertiga.
3.
Jika yang bersalah, melakukan kejahatan tersebut dalam menjalankan pencarian, maka
dapat dicabut
haknya untuk melakukan
pencarian
itu.
Pasal
346
Seorang wanita yang sengaja menggugurkan atau mematikan kandungannya atau menyuruh orang lain untuk itu, diancam dengan pidana penjara paling
lama empat tahun.
Pasal 347
1.
Barang siapa dengan
sengaja menggugurkan
atau mematikan kandungan seorang wanita
tanpa persetujuannya,
diancam dengan pidana
penjara paling lama
dua belas tahun.
2.
Jika perbuatan itu mengakibatkan matinya wanita tersebut, dikenakan
pidana penjara paling lama
lima
belas tahun.
Pasal
348
1.
Barang siapa dengan
sengaja menggugurkan
atau mematikan kandungan seorang wanita dengan persetujuannya diancam dengan
pidana penjara paling lama
lima
tahun enam bulan.
2.
Jika perbuatan itu mengakibatkan matinya wanita tersebut, dikenakan
pidana penjara paling lama
tujuh tahun.
Pasal
349
Jika seorang dokter,
bidan atau juru obat membantu melakukan kejahatan yang tersebut
Pasal 346, ataupun
melakukan atau membantu melakukan salah satu kejahatan yang diterangkan Pasal 347 dan 348, maka pidana yang
ditentukan
dalam pasal
itu dapat
ditambah dengan sepertiga
dan
dapat dicabut
hak untuk menjalankan pencarian
dalam mana kejahatan dilakukan.
Dari pasal-pasal tersebut diatas,
dapat dirumuskan bahwa tindak pidana aborsi itu dilarang dalam hukum pidana
Indonesia, dan merupakan tindakan yang illegal tanpa kecuali, Hal ini tidak
terlepas dari pandangan bahwa anak dalam kandungan merupakan subjek hukum
sehingga berhak menerima perlindungan hukum.
Oleh karena sudah dirumuskan demikian sebagaimana pasal-pasal diatas, maka dalam kasus aborsi, minimal ada dua orang yang terkena ancaman pidana, yakni si wanita
sendiri yang hamil serta barangsiapa yang sengaja membantu si perempuan tersebut menggugurkan kandungannya (pasal 346). Seorang
perempuan yang
hamil
dapat terkena ancaman pidana
kalau ia sengaja menggugurkan kandungan
dengan atau tanpa bantuan orang lain. la juga dapat terkena
ancaman pidana kalau ia minta
bantuan orang lain dengan cara menyuruh orang
itu
untuk menggugurkan kandungannya. Khusus untuk orang lain yang disuruh untuk
menggugurkan kandungan dan ia benar-benar melakukannya, maka baginya
berlaku rumusan Pasal 347 dan 348 KUHP.
Sebagaimana tercantum dalam pasal
346 dan 348, untuk kasus tindak pidana aborsi tersebut diatas dapat dirumuskan
unsur-unsur sebagai berikut:
Unsur subjektif : 1. Dengan disengaja
2. Dengan menyuruh orang lain
3. Dengan adanya persetujuan
Unsur Objektif : 1. Menggugurkan atau mematikan
2.Kandungan atau janin
IV.
ANALISIS
Sebuah tindak pidana dapat dijatuhi
pidana apabila telah memenuhi tiga unsur perbuatan pidana, yaitu;
(1) perbuatan,
(2) unsur melawan hukum obyektif,
dan
(3) unsur melawan hukum subyektif.
Dalam kasus tersebut diatas, dapat
disimpulkan telah memenuhi tiga unsur perbuatan pidana dan dengan hal ini dapat
dijatuhi pidana. Unsur-unsur tersebut dapat dijabarkan dalam penjelasan berikut
:
1.
Unsur perbuatan terpenuhi dengan
adanya tindakan dari pelaku (1) yang melakukan aborsi terhadap kandungan pelaku
(2) dengan persetujuan pelaku (2), dalam hal ini pelaku (2) juga melakukan
tindak pidana yaitu dengan sengaja menggugurkan kandungannya dengan meminta
bantuan pelaku (1)
2.
Unsur melawan hukum obyektif juga
telah terpenuhi. Karena tindakan pelaku (1) dan pelaku (2) telah memenuhi
unsur-unsur tindak pidana yang tercantum dalam pasal 346 dan 348 KUHP, yaitu
“sengaja”, “dengan persetujuan”, dan “menggugurkan kandungan”.
o
“Sengaja” dibuktikan dalam perbuatan
tersebut dengan adanya permintaan dari pelaku (2) kepada pelaku (1) untuk
menggugurkan kandungannya sendiri.
o
“dengan persetujuan” dibuktikan
dengan adanya persetujuan antara pelaku (1) dan pelaku (2) untuk menggurkan
kandungan pelaku (2)
o
“menggugurkan kandungan” maksudnya
mematikan janin dalam kandungan, yang merupakan delik materiil. Dalam hal ini
diperlukan adanya akibat, bukan hanya perbuatan. Dalam kasus ini terdapat
tindak pidana aborsi yang mengakibatkan kematian bagi janin dalam kandungan.
Maka dengan demikian unsur-unsur tersebut telah terpenuhi.
3.
Unsur ketiga, yaitu unsur melawan
hukum subjektif, dalam hal ini, yaitu pertanggungjawaban dan kesalahan.
Pertanggungjawaban maksudnya adalah kemampuan para pelaku untuk
bertanggungjawab, dan tidak memenuhi pasal 44 KUHP. Dalam kasus ini para pelaku
memenuhi unsur pertanggungjawaban tersebut. Kesalahan dalam hal ini adalah
kesengajaan dan kelalaian, dan dalam kasus ini para pelaku dinilai melakukan
kesengajaan.
V.
PENUTUP
Dari pembahasan di atas dapat
disimpulkan sebagai berikut:
1.
Perbuatan dr. Edward Armando dan
Heny Kusumawati, yaitu dengan sengaja melakukan tindakan aborsi dengan adanya
persetujuan, merupakan suatu perbuatan pidana, karena telah memenuhi tiga unsur
perbutan pidana.
2.
Bentuk perbuatan pidananya adalah
aborsi atau menggugurkan janin kandungan, karena adanya akibat yang ditimbulkan
oleh perbuatan tersebut, yaitu gugurnya janin dalam kandungan tersebut.
3.
Bagi dr. Edward Armando diancam
pidana sebagaimana terdapat pada pasal 348 KUHP, karena bertindak sebagai
seseorang yang dengan sengaja melakukan tindakan aborsi dengan adanya
persetujuan.
4.
Sedangkan bagi Heny Kusumawati
dijerat pasal 346 KUHP, karena merupakan wanita yang melakukan tindakan aborsi
dengan sengaja dan dengan menyuruh orang lain.
Lampiran Berita :
SIDOARJO, KOMPAS.com –
Masih ingat
dengan dr Edward Armando, ‘Raja Aborsi’ yang praktik di Jalan Dukuh Kupang
Timur X/4, Surabaya? Pria yang pernah mendekam di Medaeng itu kembali ditangkap
polisi.
Dokter
Edward Armando (66), diringkus jajaran Polres Sidoarjo, Selasa lalu dengan
sangkaan kembali melakukan praktik aborsi ilegal. Pasien dr Edward diperkirakan
lebih dari 2.000 orang.
“Diperkirakan,
sejak praktik mulai Januari 2008 lalu hingga jelang ditangkap, pasien yang
telah ditanganinya mencapai 2.000 orang lebih,” ujar Kepala Polres Sidoarjo
AKBP M Iqbal didampingi Kasat Reskrim AKP Ernesto Saiser, di Mapolres Sidoarjo,
Kamis (3/2/2011) kemarin.
Dalam
pengakuannya kepada polisi, dr Edward menerima pasien di tempat praktiknya
antara 20-25 orang setiap pekan. Dia tidak pernah mematok tarif tertentu. Tarif
aborsi akan dipungutnya setelah dirinya mengetahui kondisi ekonomi calon
pasiennya. Jika si pasien menyatakan dirinya orang tidak mampu, maka dr Edward
memungutnya maksimal Rp 500.000.
“Karena
mereka (para pasien) mengaku tidak kuat ke dokter spesialis, maka saya
menolongnya,” ucap Edward.
Meski
begitu, polisi menyebut dr Edward memungut tarif antara Rp 1,5 juta - Rp 4
juta. Diduga, tarif sebesar itu karena calon pasien tidak langsung berhubungan
dengan dr Edward, tetapi melalui anak buahnya yang berperan sebagai calo aborsi
kandungan. “Saya hanya ingin menolong orang kok, tidak korupsi,” kilah dr
Edward soal praktik aborsi yang dijalankannya.
Sepak
terjang dr Edward di dunia aborsi memang sudah dikenal cukup lama. Sejak
mendirikan tempat praktik pada 1995, ia menerima ribuan pasien. Ia pernah dua
kali diperingatkan Departemen Kesehatan, bahkan tiga kali diringkus polisi dan
divonis penjara satu tahun. Namun, semua itu tak membuatnya kapok.
Edward
berdalih, dirinya kerap menolong karena disambangi pasien tidak mampu. Pasangan
suami istri yang ingin menggugurkan kandungan biasanya karena dihimpit ekonomi.
“Mereka datang dengan alasan sudah tidak ingin punya anak, dengan menjalani KB
(keluarga berencana), namun tetap hamil. Disambati (seperti itu ya saya
tolong,” kilah dr Edward.
Saat
diringkus jajaran Satreskrim Polres Sidoarjo, Edward diketahui baru saja
mengaborsi sekitar 10 pasien, lima pasien di pagi hari dan lima lainnya di
siang hari. Salah satunya bernama Heny Kusumawati, mahasiswi sebuah akademi
kebidanan di Malang.
Warga Desa
Sukosewu RT 3/RW 1, Kecamatan Gandusari Blitar itu menggugurkan kandungannya
yang berusia dua bulan, di tempat praktik dr Edward, Selasa pukul 15.45 WIB.
Selain
menetapkan dr Edward sebagai tersangka, polisi akhirnya juga menetapkan Heny
Kusumawati, Rendy Saputra (pacar Heny dan mahasiswa PTS di Malang), serta Eddy
Soemardiono, bapak Rendy Saputra yang turut menyuruh agar Heny menggugurkan
kandungannya, sebagai tersangka. “Serta Abdul Munip, pembantu dr Edward,” beber
M Iqbal.
Gara-gara
Pembantu
Praktik
ilegal dr Edward kembali terbongkar setelah polisi menelusuri kematian
Suparlina, warga Pandugo II/7, Kelurahan Penjaringan Sari, Rungkut, Surabaya,
sekitar awal Januari lalu. Korban tewas dengan kondisi luka pendarahan begitu
tiba dan hendak dirawat di RS DKT Sidoarjo.
Dari sinilah
polisi curiga. Sebab, korban ditinggal begitu saja, saat ditemukan dalam
kondisi tidak bernyawa. “Dari sini kami kemudian meringkus Nining Dwi
Hariyanti, yang mengantar korban ke RS DKT Sidoarjo,” jelas AKP Ernesto Saiser.
Nining,
warga Perum Sidoarjo Indah Permai blok B/7, Sidoarjo lalu dibekuk polisi. Di
depan penyidik, Nining mengaku bahwa dirinya hanya diminta mengantar korban ke
RS DKT oleh adiknya, Nunung Saja Rahayu, warga Perum Taman Pinang Indah Blok
D-4/18, Sidoarjo. “Dan ternyata diketahui korban baru aborsi dengan bantuan
Nunung alias Atik,” imbuh Ernesto.
Atik sendiri
baru diringkus polisi pada Kamis, pukul 14.00 WIB, saat dalam pelariannya
bersama sang suami, Ahmad Suwadi alias Eko, di kawasan Dae Lamando, Kalimantan
Tengah. Pasutri itu diringkus saat hendak menjual mobil yang dibawanya dari
Sidoarjo. “Informasinya, mobil itu dijual untuk buka usaha selama pelarian
mereka,” tandas Ernesto.
Lalu
bagaimana praktik Atik bisa mengarah ke praktik dr Edward? Terungkap jika
korban Suparlina sempat mendatangi praktik dr Edward. Karena usia kandungan
Suparlina lebih dari tiga bulan, dr Edward menolak mengaborsi kandungannya.
Saat itulah, keluarga korban mendapatkan nama Atik dan nomer teleponnya dari
anak buah dr Edward, yakni Abdul Munip, usai ditolak oleh dr Edward.
Sumber Berita : Kompas.com, Jumat, 4 Februari
2011
Komentar
Posting Komentar